Badan Eksekutif Nasional Aliansi Praktek Dokter Mandiri Indonesia (BEN APDMI) |
Konferensi Nasional & Pertemuan Ilmiah Tahunan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Konas PIT PPTM) untuk Praktek Dokter Mandiri |
Sambutan Ketua Umum BEN
APDMI tentang Konferensi Nasional dan Pertemuan Ilmiah Tahunan PENANGGULANGAN
PENYAKIT TIDAK MENULAR untuk Praktek Dokter Mandiri
DIPUBLIKASIKAN PADA :
Rabu, 19 November 2015
Hari ini (19/11/2015) Menteri Kesehatan, Prof. Dr. Nilla
Djuwita Moeloek SpM(K) secara resmi membuka pertemuan Muktamar Ikatan Dokter
Indonesia disamping mengangkat issue strategis tentang persoalan dunia
kesehatan di Indonesia juga mengangkat On Health and Development Challenges of
Non Communicable Disease (Pengendalian Penyakit Tidak Menular) di Medan,
Sumatera Utara.
Pertemuan Nasional (Muktamar IDI) ini selain dihadiri
fungsionaris IDI mulai tingkat Cabang, Wilayah, Organisasi Seminat, Perhimpunan
Spesialis di lingkungan IDI juga diikuti oleh 11 negara anggota WHO kawasan
Asia Tenggara yaitu Bangladesh, Malaysia, Singapura, Bhutan, Korea Utara,
India, Filipina, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand, dan Timor
Leste. Pertemuan regional ini bertujuan mengharmonisasikan masukan regional
SEAR pada High Level UN General Assembly Meeting on NCD yang akan dilaksanakan
pada Desember 2015, terkait hal diatas sebagai organisasi yang mewadahi teman
sejawat fasilitas layanan kesehatan praktek dokter mandiri berkepentingan
menggagas pertemuan bertaraf nasional agar nuansa terbaru tentang pengendalian
PTM (NCD) dapat diantisipasi dengan seksama dan menyeluruh.
Dalam hal ini, Indonesia mengalami beban ganda penyakit,
yaitu penyakit menular yang masih menjadi masalah, sedangkan penyakit tidak
menular (PTM) juga semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan data
kematian akibat PTM yang tadinya 41,7% pada tahun 2010 menjadi 59,5% pada tahun
2014. Penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah stroke (15,4%).
Angka prevalensi PTM juga tinggi, seperti hipertensi,
penyakit jantung, stroke, penyakit tulang dan otot (muskuloskeletal), serta
kecelakaan lalu lintas. Selain itu prevalensi faktor risiko PTM juga tinggi
seperti obesitas, makanan berisiko, kurang buah dan sayur, kurang aktivitas
fisik, merokok dan masalah kejiwaan.
Hingga Kementerian Kesehatan memberikan perhatian serius
dalam pengendalian PTM dengan membentuk unit khusus pengendalian PTM sejak 2012
demikian juga Pengurus Besar Ikatan Dokter Indoneseia (IDI) serta wadah
fasilitas layanan kesehatan Aliansi Praktek Dokter Mandiri Indonesia (APDMI)
dengan program prioritas penyakit jantung, penyakit kanker, penyakit kronis dan
generatif, diabetes mellitus (DM) dan penyakit metabolik, serta kecelakaan dan
cedera, serta penyakit tidak menular lainnya.
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah pembentukan
jejaring PTM. Program yang dikembangkan antara lain intervensi berbasis
masyarakat, yaitu Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu), dengan kegiatan skrining
faktor risiko PTM dan penyuluhan pencegahan PTM. Program lain adalah
pengendalian tembakau, dengan kegiatan advokasi termasuk pembentukan aliansi
walikota dan bupati, monitoring penggunaan tembakau, serta penyusunan peraturan
perundangan.
Upaya reformasi pembangunan kesehatan sesuai Visi “Nawakcita Empat
Pilar” Kementerian Kesehatan 2014-2019 untuk mencapai cakupan menyeluruh dalam
asuransi kesehatan dan social (BPJS Kesehatan), yang sebelumnya tahun 2009-2014
hanya orang miskin yang mendapat pelayanan tersebut yang saat ini disebut
sebagai penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan (asuransi sosial). Penerima
bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan (asuransi sosial) tersebut juga mencakup
pencegahan dan pengendalian PTM yang telah menjadi beban ekonomi masyarakat.
Saat ini cakupan program pengendalian PTM sudah mencapai 60%
provinsi. Kegiatan utama yang dilakukan adalah sosialisasi dan advokasi,
pengendalian faktor resiko, deteksi dini, manajemen kasus, surveilans
epidemiologi, jejaring kemitraan, KIE, monitoring, evaluasi, pembiayaan dan
ketenagaan.
Program utama dalam pengendalian PTM adalah program kronis
dan degeneratif fokus pada pengembangan kawasan tanpa rokok (KTR) serta kondisi
Indonesia “darurat kanker khusus untuk Ca-servix dan Tumor Payudara (Fibroadenoma
Mammae)” dengan dukungan peraturan perundangan dan pembentukan aliansi walikota
dan bupati.
Untuk penyakit jantung dan pembuluh darah dilakukan deteksi dini faktor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah yang berbasis masyarakat, regulasi garam dan tinggi lemak, hipertensi dalam kehamilan. Program pengendalian gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan upaya yang dilakukan adalah pengendalian faktor risiko kecelakaan lalu lintas melalui pemeriksaan alkohol dalam nafas pada pengemudi, pekan aman di jalan melalui kampanye keselamatan, pengendalian faktor risiko tindak kekerasan (KDRT). Upaya yang dilakukan untuk penyakit kanker melalui pemeriksaan kanker rahim melalui inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) dan payudara melalui clinical breast examination (CBE) serta registri kanker. Program pengendalian penyakit DM dan penyakit metabolik, upaya yang dilakukan yaitu penanggulangan DM type 2 melalui pemberdayaan masyarakat (Community Based Approach).
Demikian sebagai masukan singkat dan wacana awal agar pengendalian
penyakit dilingkungan faskes praktek dokter mandiri dapat menjadi referensi
teman sejawat dalam berpartisipasi pada pembangunan kesehatan di bumi pertiwi tercinta
Republik Indonesia ini.
Badan Eksekutif Nasional Aliansi Praktek Dokter Mandiri Indonesia (BEN APDMI)
Dr. HB. Junaz
Ketua Umum
|
Jumat, 18 Desember 2015
Konferensi Nasional & Pertemuan Ilmiah Tahunan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Konas PIT PPTM) untuk Praktek Dokter Mandiri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar