Jumat, 18 Desember 2015

KONFERENSI NASIONAL & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN PPTM - APDMI










Konferensi Nasional & Pertemuan Ilmiah Tahunan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Konas PIT PPTM) untuk Praktek Dokter Mandiri

Badan Eksekutif Nasional Aliansi Praktek Dokter Mandiri Indonesia (BEN APDMI)
Konferensi Nasional & Pertemuan Ilmiah Tahunan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Konas PIT PPTM) untuk Praktek Dokter Mandiri
Sambutan Ketua Umum BEN APDMI tentang Konferensi Nasional dan Pertemuan Ilmiah Tahunan PENANGGULANGAN PENYAKIT TIDAK MENULAR untuk Praktek Dokter Mandiri
DIPUBLIKASIKAN PADA : Rabu, 19 November 2015
Hari ini (19/11/2015) Menteri Kesehatan, Prof. Dr. Nilla Djuwita Moeloek SpM(K) secara resmi membuka pertemuan Muktamar Ikatan Dokter Indonesia disamping mengangkat issue strategis tentang persoalan dunia kesehatan di Indonesia juga mengangkat On Health and Development Challenges of Non Communicable Disease (Pengendalian Penyakit Tidak Menular) di Medan, Sumatera Utara.

Pertemuan Nasional (Muktamar IDI) ini selain dihadiri fungsionaris IDI mulai tingkat Cabang, Wilayah, Organisasi Seminat, Perhimpunan Spesialis di lingkungan IDI juga diikuti oleh 11 negara anggota WHO kawasan Asia Tenggara yaitu Bangladesh, Malaysia, Singapura, Bhutan, Korea Utara, India, Filipina, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste. Pertemuan regional ini bertujuan mengharmonisasikan masukan regional SEAR pada High Level UN General Assembly Meeting on NCD yang akan dilaksanakan pada Desember 2015, terkait hal diatas sebagai organisasi yang mewadahi teman sejawat fasilitas layanan kesehatan praktek dokter mandiri berkepentingan menggagas pertemuan bertaraf nasional agar nuansa terbaru tentang pengendalian PTM (NCD) dapat diantisipasi dengan seksama dan menyeluruh.

Dalam hal ini, Indonesia mengalami beban ganda penyakit, yaitu penyakit menular yang masih menjadi masalah, sedangkan penyakit tidak menular (PTM) juga semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan data kematian akibat PTM yang tadinya 41,7% pada tahun 2010 menjadi 59,5% pada tahun 2014. Penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah stroke (15,4%).

Angka prevalensi PTM juga tinggi, seperti hipertensi, penyakit jantung, stroke, penyakit tulang dan otot (muskuloskeletal), serta kecelakaan lalu lintas. Selain itu prevalensi faktor risiko PTM juga tinggi seperti obesitas, makanan berisiko, kurang buah dan sayur, kurang aktivitas fisik, merokok dan masalah kejiwaan.
Hingga Kementerian Kesehatan memberikan perhatian serius dalam pengendalian PTM dengan membentuk unit khusus pengendalian PTM sejak 2012 demikian juga Pengurus Besar Ikatan Dokter Indoneseia (IDI) serta wadah fasilitas layanan kesehatan Aliansi Praktek Dokter Mandiri Indonesia (APDMI) dengan program prioritas penyakit jantung, penyakit kanker, penyakit kronis dan generatif, diabetes mellitus (DM) dan penyakit metabolik, serta kecelakaan dan cedera, serta penyakit tidak menular lainnya.

Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah pembentukan jejaring PTM. Program yang dikembangkan antara lain intervensi berbasis masyarakat, yaitu Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu), dengan kegiatan skrining faktor risiko PTM dan penyuluhan pencegahan PTM. Program lain adalah pengendalian tembakau, dengan kegiatan advokasi termasuk pembentukan aliansi walikota dan bupati, monitoring penggunaan tembakau, serta penyusunan peraturan perundangan.
Upaya reformasi pembangunan kesehatan sesuai Visi “Nawakcita Empat Pilar” Kementerian Kesehatan 2014-2019 untuk mencapai cakupan menyeluruh dalam asuransi kesehatan dan social (BPJS Kesehatan), yang sebelumnya tahun 2009-2014 hanya orang miskin yang mendapat pelayanan tersebut yang saat ini disebut sebagai penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan (asuransi sosial). Penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan (asuransi sosial) tersebut juga mencakup pencegahan dan pengendalian PTM yang telah menjadi beban ekonomi masyarakat.

Saat ini cakupan program pengendalian PTM sudah mencapai 60% provinsi. Kegiatan utama yang dilakukan adalah sosialisasi dan advokasi, pengendalian faktor resiko, deteksi dini, manajemen kasus, surveilans epidemiologi, jejaring kemitraan, KIE, monitoring, evaluasi, pembiayaan dan ketenagaan. 
Program utama dalam pengendalian PTM adalah program kronis dan degeneratif fokus pada pengembangan kawasan tanpa rokok (KTR) serta kondisi Indonesia “darurat kanker khusus untuk Ca-servix dan Tumor Payudara (Fibroadenoma Mammae)” dengan dukungan peraturan perundangan dan pembentukan aliansi walikota dan bupati. 

Untuk penyakit jantung dan pembuluh darah dilakukan deteksi dini faktor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah yang berbasis masyarakat, regulasi garam dan tinggi lemak, hipertensi dalam kehamilan.
 

Program pengendalian gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan upaya yang dilakukan adalah pengendalian faktor risiko kecelakaan lalu lintas melalui pemeriksaan alkohol dalam nafas pada pengemudi, pekan aman di jalan melalui kampanye keselamatan, pengendalian faktor risiko tindak kekerasan (KDRT).

Upaya yang dilakukan untuk penyakit kanker melalui pemeriksaan kanker rahim melalui inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) dan payudara melalui clinical breast examination (CBE) serta registri kanker.

Program pengendalian penyakit DM dan penyakit metabolik, upaya yang dilakukan yaitu penanggulangan DM type 2 melalui pemberdayaan masyarakat (Community Based Approach).
Demikian sebagai masukan singkat dan wacana awal agar pengendalian penyakit dilingkungan faskes praktek dokter mandiri dapat menjadi referensi teman sejawat dalam berpartisipasi pada pembangunan kesehatan di bumi pertiwi tercinta Republik Indonesia ini.
 

Badan Eksekutif Nasional Aliansi Praktek Dokter Mandiri Indonesia (BEN APDMI)
Dr. HB. Junaz
Ketua Umum